Sabtu, Desember 01, 2007

"NEXT"

Oleh : Rasid Rachman

Datang ke Desa Faekuna’a dengan tujuan mendirikan rumah rusak akibat tsunami bukan soal mudah dan sederhana. Harus sabar dan cerdik taktik. Yang terakhir itu merupakan cara bernegosiasi agar rencana pembangunan rumah berjalan lancar tanpa kena tipu penduduk.
Masalahnya, banyak orang yang mengaku rumahnya hancur, perahunya rusak, dan mesin kapalnya lenyap oleh karena diterjang tsunami 26 Desember 2004 lalu. Padahal bisa saja dari dulu sebelum tsunami, orang itu memang belum punya rumah yang wajar, atau perahu sudah rusak, atau perahunya memang tidak bermotor. Kebetulan ada orang kota datang (“bawa duit,” pikir mereka), maka sampaikan saja keluhan itu. Siapa tahu, “Orang-orang kota itu langsung menolong” tanpa menyelidiki.
Tentu kami, orang-orang kota itu, tidak dengan mudah mempercayai informasi sepihak dari “korban”. Kami harus jeli melihat dan membedakan korban sejati atau korban gadungan, agar supaya kami tidak menjadi korban penipuan.
Bagaimana caranya? Tanya tsunami tentang siapa dan apa saja yang diterjangnya waktu itu, jelas tidak masuk akal. Seorang anggota tim berinisiatif mengundang (baca: memanggil) orang itu ke rumah inap kami. Janji dibuat dengan kesepakatan waktu.
Pada waktunya, orang-orang itu datang. Ternyata, ia tidak sendiri. Ia membawa teman yang tidak seorang. Teman-temannya itu pun dibuntuti oleh tetangga-tetangganya. Jumlahnya mencapai belasan. Rupanya, berita dari mulut ke mulut telah menyebar cepat bahwa orang-orang kota itu memanggil orang Faekuna’a untuk memberikan bantuan.
Begitu banyaknya orang yang datang menyampaikan keluhan, sampai-sampai kami tidak sempat berbincang di antara kami untuk mengambil keputusan. Ambil jalan termudah, kami berbahasa Inggris, sebagai bahasa sandi di antara anggota tim. Terbata-bata, tidak jadi soal. yang penting kami saling mengerti.
Asyiknya, berbahasa Inggris ini keterusan. Setiap ada tamu yang tiba-tiba muncul, kami buru-buru mengucapkan: “Next,” artinya tamu berikut. Tapi arti “next” berangsur berubah menjadi “ada tamu lagi.” Kata itu sekadar isyarat bahwa "ada orang lagi muncul. Sekaranglah waktunya kami siap berhati-hati, capek hati lagi, stres lagi, dan harus sabar-sabar lagi.¨

Tidak ada komentar: