ADA PASKA, ADA TELUR
Oleh: Rasid Rachman
Jika Natal identik dengan hadiah, maka Paska identik dengan telur. Waktu masih kanak-kanak, setiap awal tahun saya membayangkan ingin cepat-cepat Paska supaya dapat makan telur rebus sampai puas. Sesudah dewasa, saya makan telur tetapi tak terasa hari itu adalah hari Paska.
Saya dapat makan telur hingga dua kali waktu kanak-kanak: di sekolah dan di gereja. Telurnya sama, tetapi jumlahnya berbeda. Saya bisa makan hingga 2-3 telur di sekolah karena telur adalah hasil menang lomba telur hias atau hasil perolehan mencari telur di kebun sekolah. Semakin banyak menang, semakin banyak telur yang diperoleh oleh seorang murid. Sementara di gereja, saya hanya bisa makan 1 telur karena semua murid Sekolah Minggu mendapat telur dari jatah anggaran gereja; 1 telur untuk 1 orang.
Kenapa ada telur di hari Paska? Jawaban umum biasanya sekadar merohanikan telur dengan Paska kebangkitan Kristus, sehingga penjelasannya seringkali tidak memuaskan orang dewasa.
Paska adalah perayaan menyambut musim semi di negara-negara empat musim. Musim semi mengingatkan orang akan mulainya kehidupan baru setelah “mati” di musim dingin. Bunga-bunga bermekaran, suhu udara sejuk, suasana alam cerah, suasana hati manusia pun menjadi ceria. Bagi sebagian orang, musim semi adalah masa romantis untuk saling memadu kasih. Beberapa orang memadu kasih hingga lupa diri – ujung-ujungnya bikin anak. Nah, sampai di sini semoga pembaca tahu hubungan antara telur (bakal anak) dan musim bencinta ini.
Ketika gereja berperan dalam perayaan musim semi dengan mengadopsi dan mengadaptasi Paska sebagai kebangkitan Kristus, telur diberikan arti tambahan. Sebelum Paska, yakni selama masa Prapaska, umat dianjurkan berpuasa. Telur adalah salah satu menu yang dianjurkan untuk tidak dimakan waktu puasa Prapaska. Ketika tiba hari Paska, orang mulai makan telur sebagai terbebasnya masa berpuasa.
Dengan demikian munculnya telur pada waktu Paska adalah sebagai penggembira suasana hati manusia di musim semi. Sebagai pelengkap musim bercinta itu, Paska juga dimeriahkan denan kelinci, selain telur. Maka korelasinya, semoga, menjadi semakin jelas. Ada telur Paska, ada pula kelinci Paska. Telur adalah bakal anak, sementara kelinci adalah lambang banyak anak; kelinci adalah hewan yang mampu memperanakan banyak anak dalam sekali beranak.
Mengapa hal ini tidak diketahui oleh sebagian kita? Pertama, kita adalah masyarakat yang tidak hidup di negara empat musim. Kita tidak memiliki perayaan musim semi yang dengan meriah dirayakan terutama di Eropa. Kedua, penjelasan telur dan kelinci tersebut bagi masyakarat kita adalah urusan “orang dewasa”, bukan anak. Padahal pesta telur Paska di Indonesia hanya dikenakan kepada anak-anak, bukan orang dewasa. Hingga dewasa, bekal pengetahuan kita tentang telur Paska adalah informasi yang diberikan pada waktu kita kanak-kanak – tentu bukan penjelasan dewasa. ˚
Kamis, April 30, 2009
ADA PASKA, ADA TELUR
Label:
culture,
liturgical year
Langganan:
Postingan (Atom)