Rabu, September 24, 2008

DI NEGERI KITA: INDONESIA

NYAWA MANUSIA SETARA BARANG PALSU

Oleh: Rasid Rachman

Barang-barang palsu kembali mencuat di negeri ini. Akibatnya, ia juga mencoreng wajah indah nan elok permai negeri jambrut di khatulistiwa ini. Daging sapi palsu karena digelondong sebelum mati dan daging ayam palsu karena digelondong setelah mati meramaikan pasar-pasar kita.
Negara kita memang negara yang kaya akan kepalsuan. Lihat saja beberapa istilah yang menunjukkan kepalsuan: “aspal” untuk asli tapi palsu, “sepanyol” (bukan Spanyol) untuk separoh nyolong, barang haram (bukan makanan), asbun untuk asal bunyi, membohongi publik, plagiat, nyontek, oplos, dsb. Semua istilah dan terminologi tersebut berkaitan dengan hasil karya tipu menipu, mengelabui, bicara asal nyecplos, dan kerja asal-asalan. Hal-hal tersebut berhubungan dengan dunia pendidikan: ijazah aspal, gelar aspal, doktor plagiat, disertasi hasil plagiat; makanan: daging gelondongan, makanan kadaluarsa, tanggal kadaluarsa palsu, zat pengawet, zat pewarna pakaian, sampah daging, telur asin palsu; obat: obat kadaluarsa; minyak: solar oplosan, oli oplosan; moneter dan dokumen: uang palsu, SIM palsu, SUPERSEMAR beda versi, manipulasi data; orang: dukun palsu, dokter palsu, polisi gadungan; dsb. Ini belum termasuk para tukang tipu yang memberi janji palsu di iklan berhadiah palsu, penipu di telepon selular, berita palsu tentang ramalan atau nubuat, janji kampanye palsu, dsb. hal ini dapat dibandingkan dengan kisah di Alkitab, ada nabi palsu di Perjanjian Lama dan pengajar palsu di Perjanjian Baru; tetapi memang tidak ada barang palsu.
Memalsukan tampaknya soal main lihai-lihaian semata, namun ujung atau akibat dari berbagai kepalsuan tersebut adalah nyawa manusia. Oleh karenanya, menciptakan suatu yang palsu jelas bukan kreativitas dan bukan seni, tetapi kriminalitas. Bayangkan saja, jika orang batuk kemudian menelan obat kadaluarsa. Bukannya sembuh, dia malah menjadi lebih parah karena keracunan obat kadaluarsa tersebut. Atau, orang dengan dana pas-pasan ingin mengadakan sedikit pesta dengan membeli daging yang memakai label murah padahal daging itu mengandung bahan kimia berbahaya bagi tubuh. Korbannya adalah sekian banyak orang yang berpesta dan makan daging tersebut. Jelas, memalsukan sesuatu adalah sebuah kejahatan. Atau, bagaimana jika dokter yang akan mengoperasi Anda adalah dokter palsu, padahal Anda baru saja tahu ketika sudah mulai dibius di kamar operasi. Belum lagi yang “kecil-kecilan”, tetapi jelas merugikan seperti dalam kasus uang palsu yang sangat besar jumlah kasusnya di negara kita.
Pada sisi lain, pemalsuan yang dibuat oleh ulah bangsa sendiri mengingatkan betapa sangat tidak berharganya nyawa manusia di negeri ini. Ternyata, negeri yang katanya ramah tamah ini sangat meremehkan manusia dan kemanusiaan. Ancaman bagi Indonesia saat ini adalah bukan serangan militer, ekonomi, dan kebudayaan dari negara luar, tetapi bunuh membunuh di antara sesama anak bangsa sendiri. Tragis! Bagi saya, membuat kepalsuan adalah laksana aborsi bagi Bunda Teresa. Bunda Teresa dari Kolkata berkata: “Banyak orang prihatin dengan anak-anak India dan Afrika yang mati karena malnutrisi, kelaparan, dsb., tetapi jutaan anak mati karena keinginan orangtuanya. Jika orangtua dapat membuang dan membunuh bayinya sendiri, apa lagi yang tersisa?” Di tempat lain ia mengatakan: “Kita takut akan perang nuklir dan penyakit baru: AIDS, tetapi kita tidak pernah takut akan pembunuhan bayi-bayi yang tak bersalah. Saya berpikir bahwa masalah terbesar adalah aborsi yang telah menjadi perusak perdamaian terbesar dewasa ini.” Jika kepalsuan terus menerus diberlakukan, niscaya bangsa kita ini akan hancur oleh ulah kita sendiri.