Oleh : Rasid Rachman
Pemuda kumpul dengan pemuda, bekerja sama dalam satu tim selama beberapa hari di satu desa. Timbulnya benih-benih cinta, sangat mungkin terjadi. Persetan dengan katanya cin-lok, atau cinta lokasi, itu tidak langgeng. Kalau sudah kesemsem, panah cinta beracun sekalipun akan terasa nikmat. Malah sudah jadi “hukum alam” bahwa jatuh cinta wajar terjadi di momen seperti itu. Malah (katanya) misi bisa dianggap gagal kalau tidak ada yang cin-lok sama sekali. Ada-ada saja.
Saya pulang lebih dahulu seminggu daripada anggota tim saya. Tentang seminggu terakhir setelah kepulangan itu, saya tidak tahu berita dan perkembangan tim di desa Faekuna’a. Beberapa kali berusaha menelepon melalui telepon satelit, baik dari Gunung sitoli maupun dari Jakarta, gagal terus. Saya kehilangan kontak dan informasi.
Seminggu kemudian, pada hari jadwal kepulangan tim, satu laki-laki anggota tim melapor bahwa dia sudah kembali bersama teman-teman. Keesokan harinya, satu lagi laki-laki anggota tim melaporkan hal yang sama. Semua hubungan dilakukan dengan SMS. Seminggu lagi setelah itu, anggota tim yang perempuan kirim SMS dan melaporkan situasi tim setelah saya kembali ke Jakarta. “Ada story, Be,” katanya. “Tapi Babe harus tebak, siapa sama siapa,” lanjutnya.
“Anak muda cuma bisa ngerjain orangtua,” pikir saya. “Kasih tahu langsung, emangnya gak bisa?”
Mau cuek, uneg-uneg saya terus penasaran ingin tahu. Mau nebak, yah susah-susah gampang. “Bodo ah …, yang penting ada yang jadi.” ¨
Sabtu, Desember 01, 2007
2005 CINTA LOKASI
Label:
relawan nias
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar