Oleh: Rasid Rachman
Ada tiga hewan yang membuat saya berkesan, yaitu ular laut, gajah, dan komodo. Ketiga hewan tersebut sangat spesial tingkah lakunya dan cara hidupnya. Mungkin dari mereka pula kita mendapat pencerahan.
Ular laut, ular belang dengan warna putih dan hitam bergaris-garis hitam pada seluruh kulitnya, dan kita belajar darinya tentang penguasaan diri. Ular ini sangat berbisa. Walaupun ukuran badannya tidak besar, kualitas bisanya 10 kali lebih dahsyat daripada bisa ular kobra. Kemampuan renangnya di laut, luar bisa. Demikian pula kemampuan menyelamnya. Di darat ia bisa merayap, dan di air ia lincah dan gesit. Mangsa dalam cengkramannya tidak berkutik. Begitu terkena pagutnya, sang korban mati hanya dalam waktu beberapa menit. Jika ia memagut manusia, konon sang korban hanya mampu bertahan hidup tidak lebih daripada 10 menit.
Namun ular ini tampil bersahaja, alias tidak menonjol. Bahwa ia memiliki bisa yang sangat mematikan, tidak banyak orang yang tahu. Ia “jinak” untuk ditangkap dan dipegang. Berbeda dengan memegang ular-ular lain, yakni di leher bagian atas, orang memegang ular ini cukup di badannya. Sementara kepala dan mulutnya, “pintu” mengeluarkan racun ganasnya, bebas berkeliaran. Ular ini tidak pernah atau jarang sekali memagut.
Memang ular ini berkesan tidak berbisa. Bahkan banyak orang tidak mengetahui bahwa ular ini sangat berbisa. Orang merasa ular ini aman-aman saja. Bahkan anak-anak pun berani memegang dan mengangkat sekaligus beberapa ular ini dengan agak sembarangan, hanya dengan dua tangan.
Jadi untuk apa bisanya? Ia hanya menggunakan bisanya untuk memagut mangsanya. Ikan-ikan kecil atau kadal sekitar pantai adalah makanannya. Mempertahankan diri dari ancaman, ia tidak pernah atau jarang sekali merasa terancam. Para nelayan cukup mengangkat badannya dengan lembut, jika hendak menyingkirkan atau menangkap ular ini. Ia tidak memagut. Bisa yang dimilikinya hanya digunakan untuk makanan yang hendak dimakannya. Itulah yang disebut penguasaan diri si ular laut.
Gajah juga istimewa. Bukan hanya badannya yang besar seukuran raksasa, atau tenaganya yang mahakuat, tetapi juga berbudaya. Gajah berbudaya? Ya, hewan yang hidupnya berkelompok ini adalah hewan yang mengenal dan mempraktekkan ritual kematian sesamanya. Banyak hewan besar di dunia ini, yang tentu memiliki lebih banyak unsur emosi juga dibanding hewan-hewan yang lebih kecil, namun tidak sebanding dengan gajah. Ini bukan masalah kecerdasan, tetapi bagian lain dari tubuhnya, yakni rasa beradab.
Kawanan gajah menghentikan perjalanannya sejenak ketika mereka mendapati tulang belulang gajah lain. Tulang belulang itu dapat berasal gajah tetangga yang mati lemas karena terlalu tua, atau sisa-sisa tubuh gajah yang dimangsa predatornya, atau kecelakaan terjebak kubangan lumpur. Kawanan gajah akan mengelilingi tulang belulang tersebut. Kadang-kadang ada gajah yang menyentuh dan mencolek tulang-belulang, sementara gaja-gajah yang lain berkeliling dengan hening. Itulah ritual kematian kawanan gajah – bisa memakan waktu 2 jam untuk ritual itu.
Menurut info pengamat, kadang-kadang kawanan gajah membawa tulang belulang itu untuk mencari dan menyerahkannya kepada keluarga dari si tulang gajah. Bahkan beberapa kali pengamat juga melihat ritual kematian itu dilakukan oleh kawanan gajah kepada mamalia besar lain, seperti kerbau liar.
Singa adalah salah satu predator gajah. Dalam keadaan terpaksa, misalnya musim panas yang lama di sabana, kawanan singa mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan menerkam gajah sebagai santapannya. Melihat serangan kawanan gajah, seekor dari kawanan gajah, biasanya yang merasa paling lemah atau paling tua, akan menghalau kawanan singa. Ia menyerahkan diri diterkam, dikeroyok, dan dijatuhkan untuk kemudian dimangsa oleh para singa. Ia mengorbankan diri bagi kawanannya. Dengan begitu, ia membiarkan kawanan gajah lain menjauhi kawanan singa.
Komodo adalah hewan purba yang sangat percaya diri dan pemberani, selain kuat. Keteguhan komodo membuat hewan ini tidak pernah merasa terancam oleh siapa pun – mereka juga tidak terancam punah. Hewan-hewan liar lain merasa terancam jika berpapasan dengan manusia atau hewan kuat yang lain. Hewan-hewan predator langsung memangsa makanannya jika melihatnya. Komodo bergeming. Bahkan komodo berjalan santai melewati rombongan manusia, atau tetap tidur-tiduran di antara para pemotret sekitarnya, ogah menyingkir sekalipun di sodok-sodok tongkat bercabang.
Komodo memakan apa saja, yang penting daging, baik hidup maupun mati, termasuk manusia dan sesama komodo. Sesamanya adalah sekaligus pemangsanya atau makanannya.
Mungkin komodo adalah hewan tanpa rasa takut, kecuali naluri untuk bertahan hidup. Komodo anak segera memanjat pohon, dan tinggal di atas sana karena menghindari dimangsa oleh komodo besar. Selama 2 tahun komodo anak tinggal di pohon, berjuang sendiri mendapatkan makanan – entah burung, kadal, ular kecil, atau hewan apa pun – yang hinggap di pohonnya. Begitu dewasa, dan siap berburu makanan, komodo anak baru turun ke darat.
Komodo tidak terlalu buru-buru dan bernafsu untuk menyantap makanannya saat ia mengigitnya. Komodo tidak menyiksa hewan besar buruannya dengan makanannya selagi sehat. Kerbau buruannya, “hanya” digigit di sekitar kaki atau pahanya, kemudian dibiarkan kerbau itu menikmati sisa hidupnya. Sekitar 2-3 pekan kemudian, bakteri-bakteri yang masuk ke tubuh kerbau melalui liur komodo yang menempel di luka gigitan komodo mulai menggeroti kesehatan kerbau. Ketika kerbau sekarat itulah, komodo menayntapnya – dengan “mengajak” teman-temannya makan ramai-ramai. °
Kamis, Oktober 14, 2010
HEWAN-HEWAN ISTIMEWA
Langganan:
Postingan (Atom)