Senin, Desember 10, 2007

PENUTUP

(15)

Pada halaman terdepan dari buku Nyanyikanlah Kidung Baru, terdapat kutipan dari I Korintus 14:15 “aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi … juga dengan akal budiku.” Interesan! Rasul Paulus memandang masalah bernyanyi bukan soal emosi dan rohani melulu. Juga tidak direndahkan menjadi sekedar pertujukkan kekanak-kanakkan dan hiburan murahan. Rasul Paulus memandang bahwa bernyanyi memiliki bobot lahir batin, baik rohani maupun akal budi. Bernyanyi dalam liturgi merupakan salah satu upaya pembentukan spiritualitas dan hidup beriman.
Raja Daud dan para panglimanya pun turun tangan dalam mempersiapkan nyanyian ibadah di Bait Allah. Ia … menunjuk anak-anak Asaf, anak-anak Heman, dan anak-anak Yedutun (I Tawarich 25:1 dst.), yakni para ahli seni dan musik untuk ibadah. Hal ini mengindikasikan bahwa musik liturgi bukan masalah sepele dan asal-asalan. Ia harus ditangani secara serius dan profesional. Tentu saja, gereja perlu juga dengan sadar menyisihkan anggaran belanjanya untuk keperluan tersebut.
Pembentukan komisi[1] liturgi dan musik di gereja dan jemaat sangat relevan di zaman ini. Yang dimaksud ialah badan pembantu langsung bagi Majelis Gereja dalam bidang peribadahan dan musik. Gembala jemaat, majelis, dan komisi, perlu bekerjasama secara konsisten untuk menanganinya. Komisi ini memberikan saran, bahan pertimbangan, rencana pembinaan dan penggembalaan, menangani pelaksanaan ibadah, perpustakaan, dan pengembangan para pelayan ibadah. Selebihnya, komisi sebaiknya mempunyai akses ke sentra-sentra liturgi, baik nasional maupun internasional.
Beberapa sentra liturgi telah mengupayakan konsentrasi ini. Asian Institute for Liturgy and Music di Manila-Filipina, Tainan Theogical College and Seminary di Taiwan, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan Yayasan Musik Gereja di Jakarta, Pusat Musik Liturgi di Yogyakarta, merupakan beberapa saja yang disebut. Hasil-hasilnya, bukan hanya tersebar di berbagai perpustakaan dan toko buku. Lebih daripada itu, gereja-gereja mulai tertolong oleh karena sumbangsih mereka di bidang nyanyian jemaat. Namun, yang juga penting diperhatikan adalah usaha-usaha yang sedang dan akan dilakukan oleh mereka.
Tentang AILM di Filipina telah diuraikan di publikasi lain.[2] Sedangkan Tainan Theogical College and Seminary di Taiwan mulai muncul ke permukaan setelah Seminar Kontekstualisasi Musik dan Liturgi pada Pebruari 1997. Di kedua perguruan tinggi internasional ini, dilakukan penelitian serius tentang etnomusikologi Asia, baik menyangkut hal melodi maupun syair nyanyian. Beberapa pemusik gereja, teolog, dan pendeta Indonesia pernah belajar di sana.
STT Jakarta dengan Konsentrasi Liturgi dan Musik Gereja, dan Kursus Musik Gereja sedang berupaya melahirkan pemusik-pemusik gereja yang siap melayani di kebaktian. Yamuger, setelah buku-bukunya, kini mengembangkan diri ke segala penjuru tanah air agar kehadirannya lebih dirasakan secara langsung oleh semakin banyak Gereja. Tentu, tenaga-tenaga potensial di daerah-daerah pun memperoleh ladang pelayanan baru yang efektif. PML di Yogyakrta terlihat mantap dengan kegiatannya, berupa pengadaan literatur, partitur, kursus organ gereja, paduan suara, dan kerawitan. Musik gereja secara kontekstual dan penyelenggaraan ibadah yang khidmat tetap menjadi tujuan muaranya. Tugas kita kini adalah tinggal menjemaatkannya.
Tantangan bagi Gereja dan Komisi Musik Liturgi adalah bagaimana melakukan pembiasaan agar umat dapat menyerap dan meresapi nyanyian-nyanyian jemaat secara baru, serta kemudian memberitakannya. Pada akhirnya, masalah musik gereja dan nyanyian jemaat adalah kerja bersama. Semua pihak perlu saling belajar dan memberikan input. Andil dan akses perlu dibukakan seluas-luasnya. Tanpa semangat tersebut, tanpa usaha untuk menggapai yang diharapkan, semuanya hanya kelelahan tanpa hasil.
Jadi akhirnya semua yang benar, mulia, manis, sedap didengar, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan terima, dengar dan lihat, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu (Filipi 4:8-9). Kiranya ini menjadi pegangan kita, baik sebagai tim musik di Gereja maupun sebagai pemerhati masalah liturgi.

Catatan-catatan
[1] Selanjutnya silakan membaca Lovelace dan Rice, h 184-194.
[2] Majalah Kairos, Oktober 1996, tentang Penjemaatan Musik Gereja Asia melalui AILM, oleh Rasid Rachman.

Tidak ada komentar: