(9)
Kita telah mengenal nada diatonik, seperti lagu-lagu gereja yang berasal dari Barat, seperti yang banyak kita miliki. Nada ini terdiri dari dua skala nada (It: scala),[1] artinya tangga. Ada tangga nada mayor atau skala mayor, misalnya KJ 30 “Angin Ribut Menyerang”.
do – re – mi – fa – sol – la – si –do
Ada pula tangga nada minor atau skala minor, misalnya KJ 29 “Di Muka Tuhan Yesus”.
la – si – do – re – mi – fa – sol – la
Kedua sistem ini berasal dan digunakan di Eropa, baik sebagai lagu gereja maupun sebagai lagu rakyat.
Kemudian, tangga nada pokok ini diberi warna-warni, sehingga menjadi tangga nada kromatik, atau dodecaphonic scale. Tangga nada ini terdiri dari dua belas nada (dodeca),[2] sehingga mewarnai (chroma, warna) nada yang ada. Setiap nada dihubungkan secara semiton atau setengah nada. Kecuali antara nada mi – fa dan nada si – do yang memang bernilai semiton, pada nada antara di tempat lain diberikan nada kromatik. Jadi yang terdengar dalam tangga nada ini adalah sebagai berikut :
ra ma fi le sa
do & re & mi – fa & sol & la & si – do
Beberapa nyanyian gereja yang kita kenal memakai hiasan kromatik ini. KJ 327 “Hari Pun Berlalu” dan KJ 53 “Tuhan Allah T’lah Berfirman” dengan sel. KJ 329 “Tinggal Sertaku” dengan fi. KJ 254 “Kristus Penolong Umat Yang Percaya” dengan ri. KJ 341 “Kuasa-Mu dan Nama-Mulah” dengan sa, dan sebagainya.
Selain itu, ada pula tangga nada pentatonik,[3] artinya lima nada. Tangga nada pentatonik atau panca nada umum dikenal sejak lama, baik di Timur maupun di Barat. Disebut demikian sebab memang hanya mengunakan lima nada. Setiap nada dapat menjadi tonika. Ada berbagai model pentatonik. Antara lain :
do – re – mi – sol – la –do
Nada fa dan si tidak digunakan, seperti dalam NKB 217 “Semua yang Tercipta”, KJ 291 “Mari Bersyukur Semua”, dan lagu-lagu dari Cina. Sebenarnya ini adalah tangga nada paling umum. Tangga nada berikut adalah :
do – mi – fa – la – si – do
atau
do – mi – fa – sol – si – do
Misalnya, KJ 244 “Puji Allah Pencipta”, dari Jawa. Sedangkan KJ 1 “Haleluya! Pujilah!” menggunakan kedua tangga nada ini. Perhatikanlah ada bunyi berbeda antara refrein dan bait nyanyian tersebut.
Di Indonesia, juga ada tangga nada yang menggunakan enam nada, yakni :
do – re – mi – fa – la – si –do
Tanpa nada sol. Tangga nada ini digunakan dalam KJ 52 “Sabda Tuhan Allah” atau KJ 333 “Sayur Kubis Jatuh Harga” dari Batak Karo. Sepintas terdengar lima nada, tetapi lagu ini terdiri dari enam nada.
Catatan-catatan
[1] Kennedy, Diatonic Scale, Scale, h 179, 563-564.
[2] ibid, Microtones, h 417. Para ahli musik abad ke-20 menemukan ada lebih dari 12 nada dalam satu oktav. Ada yang menemukan 19 nada (Yoseph Yasser) atau bahkan 31 nada (Adriaan Fokker) dalam satu oktav, yang disebut nada-nada mikro. Namun, jumlah partitur lagu untuk ini masih langka.
[3] Lihat uraian lengkap pada H.A.Pandopo, h 75-78.
Senin, Desember 10, 2007
TANGGA NADA DALAM MUSIK GEREJA
Label:
nyanyian jemaat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar