Senin, Desember 10, 2007

NADA DASAR DALAM MUSIK GEREJA

(10)

Kita telah mengenal tangga nada mayor dan minor. Yang membedakannya adalah nada dasar atau tonika atau nada finalis. Tangga nada mayor bernada dasar do. Tangga nada minor bernada dasar la. Kedua nada dasar ini telah lazim dikenal dalam musik. Namun, gereja mempunyai lebih dari dua jenis nada dasar, yang sebenarnya diambil dari pola musik umum. Hal ini dapat kita jumpai dalam Mazmur-mazmur (termasuk Mazmur Jenewa) atau nyanyian gregorian.

12 MODUS YANG BIASA DALAM MUSIK GEREJA[1]

Ambitus Nama Nada Nada Simbolik Contoh
tangga nada finalis dominan Mazmur

D-d’ doris d/re a doa/pujian 24
A-a hypodoris d/re f 23
E-e’ phrygis e/mi c doa 17
B-b hypophrygis e/mi a 141
F-f’ lydis f/fa c
C-c’ hypolydis f/fa a
G-g’ mixolydis g/sol d syukur 19
d-d’ hypomixolydis g/sol c menguatkan 58
A-a aeolis a/la e pujian 18
F-f’ hypoaeolis a/la d 16
C-c’ ionis c/do g 1
A-a hypoionis c/do f 25


Nada finalis, atau nada dasar, atau tonika adalah nada terendah dari tangga nada yang bersangkutan. Cara termudah mengetahui nada dasar sebuah lagu adalah dengan melihat nada terakhir dari lagu tersebut, walaupun tidak selalu demikian. Tetap ada beberapa kasus khusus.
Ada dua belas modus, yang terdiri dari enam modus autentik (asli) dan enam modus plagal (menyimpang). Dalam modus autentik, tonika bernada tinggi sekali atau rendah sekali. Dalam modus plagal, nada-nadanya kebanyakan berada di bawah tonika (hypo berarti bawah).
Nada dominan adalah nada yang menguasai seluruh modus: baik autentik maupun plagal. Nada dominan pada modus autentik terletak satu kwint (= interval nada ke-1 dan ke-5) di atas nada finalis atau tonika. Nada dominan pada modus plagal terletak pada satu terts (= interval nada ke-1 dan ke-3) di atas nada finalis.
Simbolik nada adalah pola pikir yang umum dipegangi oleh orang zaman Renaissance (1350 atau abad ke-15 – 1600) dan Barok (1600 – 1670). Jadi ini muncul jauh hari setelah musik gregorian namun bersamaan dengan masa lahirnya Mazmur Jenewa pada sekitar zaman Barok.[2] Karena itu ada pangaruh semangat musik Renaissance atau musik Barok pada Mazmur.
Simbolik nada dipakai secara fungsional dalam komposisi-komposisi Barok. Jika memperhatikan nada dasar Mazmur, maka ada perlambang yang secara umum menjadi tumpuan syair untuk suatu kenyataan dalam dunia sesehari. Nada dasar “mi” atau phrigis pada umumnya adalah doa (Mazmur 17 “Dengarlah, TUHAN, doaku; …). Lagu bernada dasar “sol” atau mixolydis umumnya adalah lagu syukur (Mazmur 30 “Syukur! Ya TUHAN oleh-Mu tak bergembira musuhku; …). Tentu, simbolik nada ini tidak dapat dimutlakkan dalam menafsirkan setiap nyanyian.
Simbolik nada kita jumpai pula dalam kesenian musik pada umumnya. Pengetahuan tentang simbolik nada adalah penting bagi para pencipta nyanyian. Sebuah nyanyian menjadi berbobot oleh karena pembentukan syair dan ketepatan nada. Dengan demikian mutu suatu nyanyian tidak melulu diukur berdasarkan enaknya lagu tersebut selama dinyanyikan, tetapi juga berdasarkan kekuatan pengaruh lagu tersebut setelah berhenti dinyanyikan dan pesan yang disampaikannya.

Catatan-catatan
[1] Tabel dan penjelasannya dibuat berdasarkan informasi Prier, h 47. Beberapa bagian melihat H.A. Pandopo, h 71-74. Karl-Edmund Prier, Sejarah Musik Jilid 2. Pusat Musik Liturgi 1993, h 12. Sedangkan Mazmur yang diacu adalah Mazmur Jenewa yang disusun oleh Yamuger.
[2] Tentang sejarah Mazmur Jenewa, lihat Rasid Rachman, Pengantar Sejarah Liturgi. Bintang Fajar, 1999, h 97-99.

Tidak ada komentar: