Senin, Desember 10, 2007

NYANYIAN GEREJA AMERIKA LATIN DAN AFRIKA

(12)

Secara umum, Amerika Latin dan Afrika berada selangkah lebih maju daripada sebagian negara Asia dalam nyanyian jemaat. Lagu-lagu rakyat mendapat tempat dan peran istimewa sebagai pengabar Injil melalui nyanyian jemaat. Baik instrumen musik maupun syair-syair nyanyiannya berangkat dari kekhasan kesaksian dan pemberitaan pribumi.
Salah satunya kita lihat dari nyanyian Argentina dari tahun 1970-an ini, yang terdapat dalam buku In Spirit and in Truth 26.

SANTO, SANTO, SANTO

do=e 4 ketuk

. .
3 . 3 3 . 2 │ 2 1 . 1 │1 . 1 7 . 6 │ 6 5 . 1 │
3 . 3 3 . 2 │ 2 1 . 1 │6 . 6 5 . 4 │ 4 3 . 1 │
Santo,santo, santo, mi-co-ra-zon te a-do-ra! Mi –

. . .
1 . 1 7 . 6 │5 . 6 7 1 . │1 . 3 2 . 1│ 1 . . .│▌
6 . 6 5 . 4 │3 . 3 2 1 . │1 . 3 2 . 1│ 1 . . .│▌
co-ra-zon te sa- be de-cir: santo e-res Sen-or!

[Arti: Kudus, kudus, kuduslah, hatiku menyembah-Mu! Hatiku tahu bagaimana menyapa-Mu: Engkaulah Yang Kudus, ya Tuhan!]


Bukan sikap tubuh yang sekadar menyembah atau membungkuk, melainkan sikap hati. Hati adalah keberadaan diri. Bagi orang di dunia Timur, penampilan fisik, jasmani dan tata gerak dapat dipoles, dapat dimanipulasi, tetapi hati adalah ungkapan yang sejati. Di situlah terdapat ketulusan. Maka, menyembah dan menyapa Tuhan dilakukan dengan hati.
El Salvador di dalam ungkapan syair, yang secara hidup dinyanyikan ini, menyimpan kepedihan yang mendalam. Nyanyian ini merupakan karya Guillermo Cuellar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Bret Hesla dan Bill Dexheimer Pharris dari buku nyanyian Global Songs, Local Voices.


CANTO DE ENTRADA

do=d 4 ketuk
Refrein
.
3 4 │ 5 3 . 4 5 │ 6 4 . 5 6 │ 7 7 1 7 6 │
Va-mos to-dos al ban-que-te, a la me- sa de la crea-
Let us go now to the banquet, to the feast of the u- ni-
.
5 . . 3 3 4 │ 5 3 1 1 7 │ 7 6 . 6
sion; ca-da cual con su ta- bu- re- te
verse.The table’s set and a place is waiting; come

.
6 7 │1 5 6 5 4 │ 3 . . :│▌
tiene un puesto y u- na mi-sion.
ever- y one with your gift to share.


3 4 │ 5 3 1 4 3 │ 3 2 . 4 5 │ 6 4 4 4
I will rise in the early morning. The commun-i-ty’s wait-

.
3 4 │ 5 . . 3 4 │ 5 3 1 1 7 │ 7 6 .
ing for me, with a spring in my step I’m walking

.
6 7 │ 1 5 6 5 4 │ 3 . .│▌
with my friends and my fa-mi - ly. Refrein


2. We are coming from Soyapango, San Antonio, and from Zacamil,
Mejicanos, Ciudad Delgado, Santa Tecla and La Bernal.

3. God invites all the poor and hungry to the banquet of justice and good.
Where the harvest will not behoarded, so that no one will lack for food.

4. May we build such a place among us where all people are equal in love.
God has called us to work together and to share everything we have.


Nyanyian El Salvador: Canto de Entrada, ini mengisahkan tentang umat Kristen yang mengalami hidup dan tekanan yang serupa dengan yang dialami oleh jemaat mula-mula. Ada semangat bersekutu, ada pula penindasan. Syair nyanyian tersebut didasarkan dari khotbah Pendeta Rutilio Grande, sebulan sebelum ia terbunuh. Dikatakannya bahwa semua ciptaan adalah seperti meja persekutuan yang dikelilingi oleh kita semua. Mereka datang dengan membawa taburate (bangku sederhana) sendiri untuk diduduki, dan dengan misi untuk hidup. Syair ini mengingatkan penghancuran gereja di El Salvador pada 1980. Persekutuan umat berlanjut di bekas gedung gereja; tanpa dinding, tanpa atap.[1]
Menghancurkan perangkat dan gedung gereja adalah hal mudah, namun menghancurkan persekutuan (yakni ekklesia) memang tidak mudah. Ketika hal-hal sekunder dan simbol tidak berperan, muncullah bentuk sejati. Kita terkenang pada peristiwa serupa di tanah air menjelang tahun 2000 ini.
Jadi, dari sebuah locus di Amerika Selatan, ada Injil yang penyebarannya mendunia. Dari satu local di Indonesia, berita ini menjadi berkat secara global. Sistem penyebaran dilakukan melalui penyadaran akan adanya musik mikro.[2] Dunia mengenal suatu budaya setempat karena keunikannya. Begitulah seharusnya unsur pemberitaan berperan di dalam nyanyian jemaat. Bandingkan dengan Kisah Para Rasul 1:8b “… kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”
Nyanyian-nyanyian Afrika lebih kuat pada refrein. Unsur dialogis dalam bernyanyi menjadi kentara. Kalimat syair dan lagu yang sederhana dan pendek dinyanyikan secara berulang-ulang oleh umat dengan iringan tetabuhan atau perkusi. Cara ini memudahkan umat menghayati isi nyanyian.

NKB 223a. HALELUYA

do=f 3 ketuk

1 1 6 │5 . 3 │1 1 3│2 . . │ 1 1 3 │1 . 6 │ 7 7 2 │1 . . :│▌
. . .
Halelu-ya, halelu-ya, halelu-ya, halelu-ya!

0 0 0 │5 5 5 │5 . .│5 5 5 │ 5 5 5 │4 . . │ 2 2 2 │3 . . :│▌
Halelu-ya, halelu, halelu-ya, halelu-ya!

1 1 1 │1 . . │1 1 1│5 . . │ 1 1 6 │4 . . │ 5 5 5 │6 . . :│▌
. . . . . . .
Halelu-ya, halelu-ya, halelu-ya, halelu-ya!

Syair dan lagu: Abraham Maraire (Zimbabwe)


Selewat itu, orang Afrika bernyanyi dengan menari, juga di dalam Gereja. Tarian bukan sekadar tontonan, tetapi merupakan ibadah. Bukan tarian ada dalam ibadah, melainkan ibadah tarian: ibadah yang ditarikan dan dinyanyikan. Menyanyikan lagu-lagu Gereja Afrika, sebaiknya dengan tarian dan iringan tetabuhan agar dinamika nyanyian tersebut terasa pas.

Catatan-catatan
[1] Informasi ini diperoleh melalui buku Global Songs Local Voices 17 Songs of Faith and Liberation from Around the World. Bread for the Journey 1995. Nyanyiannya tertulis pada h 38-39.
[2] Mark P. Bangert, Dynamics of Liturgy and World Musics : a Methodology for Evaluation, dalam S. Anita Stauffer, h 184-185. Yakni sistem dan repertoire musik yang dimiliki oleh satu subkultur. Misalnya: pentatonik adalah juga tangga nada Indonesia. Tetapi di dalam pentatonik Indonesia terdapat tangga nada pelog dari satu subkultur tertentu.

Tidak ada komentar: