Minggu, Desember 02, 2007

NYANYIAN PASKA

Oleh : Rasid Rachman


Paska Umat Yahudi menjadi Paska Gereja
Paska telah dikenal oleh umat Kristen sejak abad-abad pertama. Bukan sebagai hari raya kebangkitan Kristus – sebab hari raya kebangkitan Kristus dirayakan setiap hari Minggu – melainkan sebagai Paska Yahudi. Jadi yang disebut hari raya Paska oleh umat Kristen mula-mula bukan hari raya kebangkitan Kristus sebagaimana sekarang ini, melainkan peringatan pembebasan umat Israel dari Mesir di zaman Musa. Kebangkitan Kristus dirayakan pada hari Minggu setiap pekan. Oleh karena itu – berbeda dengan Natal – Gereja mula-mula tidak memiliki nyanyian khusus untuk perayaan Paska. Nyanyian tentang kebangkitan Kristus dinyanyikan pada hari Minggu.
Hari Minggu sebagai perayaan kebangkitan Kristus tetap dipegangi oleh ajaran Gereja masa kini. Beberapa teolog modern bahkan menekankan agar hari Minggu sebagai perayaan kebangkitan Kristus tidak digeser maknanya oleh perayaan-perayaan lain, semisal: ulang tahun Gereja. Hal tersebut ingin menekankan bahwa kebaktian hari Minggu bukan sekadar upacara, karena kebiasaan, atau pertemuan biasa. Kebaktian hari Minggu adalah perayaan kebangkitan Kristus.
Oleh karena itu sudah pada tempatnyalah apabila nyanyian-nyanyian dengan corak Haleluya dinyanyikan pada hari itu. Tema haleluya tersebut sejalan dengan Paska Yahudi, di mana Mazmur Halel dinyanyikan pada perayaan Paska.
Pada sekitar abad ke-2, Gereja zaman Patristik mulai merayakan Paska terpisah dan dengan tema tersendiri dari Paska Yahudi. Namun perayaan Paska Gereja tidak serta merta secara definitif dirayakan setahun sekali seperti saat ini, sebab perayaan tahunan belum dikenal oleh dan di dalam gereja kecuali perayaan tahunan agama-agama lain. Namun sejak itu berangsur-angsur Gereja merayakan Paska setahun sekali. Perayaan Paska tahunan khas Gereja baru dirayakan secara pasti pada sekitar Konsili Nicea (325). Konsili tersebut menetapkan Paska di Gereja dirayakan pada hari Minggu setelah Paska Yahudi tanggal 14 Nisan.
Dirayakannya Paska sebagai kebangkitan Kristus oleh Gereja zaman Patristik tidak serta merta memunculkan nyanyian Paska khas Kristen. Gereja tetap menyanyikan nyanyian-nyanyian Paska Yahudi, sebagaimana orang Yahudi menyanyikannya untuk Paska. Mazmur-mazmur 113 – 118 dinyanyikan dalam perjamuan Paska di Gereja; Mazmur-mazmur ini tetap dinyanyikan hingga kini. Perjamuan kudus dilaksanakan pada Paska Gereja sebagaimana Paska Yahudi. Ritus cahaya dilakukan oleh Gereja dalam liturgi Paska sebagaimana pula dalam Paska Yahudi. Tema pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir diganti dengan penyesuaian oleh Gereja sebagai penebusan manusia dari dosa dunia. Namun yang jelas berbeda dengan Paska Yahudi, yakni Paska Gereja selalu dirayakan pada hari Minggu, bukan berpatokan pada tanggal tertentu sebagaimana dengan Paska Yahudi.

Nyanyian-nyanyian Paska
Sejauh ini kita tidak begitu mengenal nyanyian Paska dari zaman sebelum Abad-abad Pertengahan. Memang ada beberapa nyanyian yang masih dikenal syairnya sebagai khas Paska, semisal Exsultet (kita tidak lahu bagaimana menyanyikannya) dan Vexilla Regis prodeunt (KJ 171 “Pataka Raja Majulah), namun tidak populer bagi Gereja masa kini. Musik Gereja pada Abad-abad Pertengahan, semisal Gregorian, memberikan gambaran pada kita perihal beberapa nyanyian Paska. Beruntunglah di zaman modern ini, masih banyak orang memproduksi musik Gregorian dari sekitar seribu tahun lalu dan bahkan mempelajarinya, sehingga kita memperoleh warisan tersebut.
Beberapa nyanyian masa raya Paska dari Abad-abad Pertengahan, antara lain: Hosanna filio David (“Hosana bagi Anak Daud”, dinyanyikan untuk Minggu Palem), Mandatum novum do vobis (“Suatu Perintah Yang Baru, Lakukanlah”, dinyanyikan untuk Kamis Putih), Resurerrexi (“Bangkit”, dinyanyikan pada Minggu Paska), dan beberapa puluh nyanyian Paska Gregorian yang lain. Nyanyian-nyanyian tersebut dinyanyian secara Gregorian. Untung, beberapa komunitas masih memelihara nyanyian-nyanyian tersebut, sehingga khalayak dapat memperoleh gambaran tentang nyanyian Paska Gregorian tersebut.
Nyanyian Paska yang lain baru menjadi marak bersamaan dengan maraknya musik Gereja, baik paduan suara maupun nyanyian jemaat, setelah zaman Reformasi. tampaknya, nyanyian-nyanyian Paska dari era inilah yang eksis dan populer di kalangan umat Protestan masa kini. Nyanyian jemaat untuk Paska tersebut berasal dari abad ke-17 dan ke-18, antara lain adalah karya Paul Gerhardt (syair) dan Hans Leo Hassler (lagu) “Kepala Yang Berdarah” (KJ 170), karya Lyra Davidica (syair) dan Robert Williams (lagu) “Yesus Bangkit! Nyanyilah” (KJ 187) dan karya Charles Wesley (syair) dan Lyra Davidica (lagu) “Kristus Bangkit! Soraklah” (KJ 188). Kedua nyanyian terakhir tersebut diberi tambahan “haleluya” pada akhir setiap kalimat musik; tidak ada “haleluya” pada syair semula. Tujuannya mungkin untuk menekankan coraknya sebagai nyanyian Paska.
Pada zaman modern ini, para penyair Kristen tetap mengarang nyanyian Paska. Walaupun jumlah nyanyian Paska jauh lebih sedikit daripada jenis nyanyian lain dengan syair yang itu-itu saja, namun jumlah yang dinyanyikannya pun lebih sedikit lagi. Sebut saja “Di Bukit Golgota” (NKB 80) oleh E. Kristofera “Dari Kubur Yang Kelam” (KJ 190) oleh M. Karatem, “Yesus Bangkit, Haleluya!” (KJ 193) oleh D. Samudera, “Fajar Hidup Merekah” (KJ 208) oleh J.M. Malessy, “Hai Bangun, Kau Yang Tidur” (KJ 213) oleh H.A. Pandopo, dsb. Sayangnya, nyanyian-nyanyian Indonesia tersebut justru jarang coba dinyanyikan oleh jemaat dalam kebaktian Paska. Padahal ungkapan syairnya tidak kalah bermutu daripada nyanyian Paska abad-abad lalu, lagipula lebih kontekstual dengan Indonesia. Misalnya syair nyanyian berikut:

Hai bangun, kau yang tidur dan hidup dalam t’rang:
tak boleh maut menang di tanah orang hidup!

Tak lagi kita kalah terhadap dunia,
Tetapi berserah kepada kasih Allah.

T’lah bangkit Raja kita, supaya kita pun
Bertahan bertekun melawan dukacita.

Syair yang tidak cuma berisi “Haleluya, puji Tuhan” ini menunjukkan perjuangan untuk tetap bertahan di tengah kemelut; bahwasanya kebangkitan Kristus tidak otomatis melenyapkan kesusuhan manusia. Paska adalah bukan hadiah kenikmatan, melainkan semangat atau vitamin untuk tetap bertahan menghadapi hidup, sekalipun tanpa pengharapan.

Tidak ada komentar: