Kamis, Februari 07, 2008

“N”

Oleh : Rasid Rachman

“Halo,” begitu suaranya di telepon. Suaranya agak serak, rendah, dan seperti orang yang malas bicara banyak.
“Begini Romo,” jawab saya, “maksud saya menelepon adalah bla, bla, bla ....”
“Dari mana kamu tahu nama saya?” lanjutnya.
Itulah awal kontak saya dengan Romo “N”, di telepon.
Dia seorang yang introvers, menurut kesan saya. Ruang pribadinya di Komisi Liturgi KWI, terpencil. Ruang Komlit sendiri tidak terlalu kecil. Di situ ada beberapa ruang: ruang depan untuk menerima tamu, ruang administrasi, perpustakaan, dan ruang pribadi Direktur Komlit. Romo “N” bekerja dan mengatur ini-itu di ruang Direktur Komlit itu, sendiri. Di dalam ruang pribadinya itu ada sofa, meja kerja, dan televisi. Romo “N” kebanyakan berada di dalam ruang pribadinya itu. Jarang keluar. Ia keluar sebentar untuk menyambut atau menghantar tamunya. Lalu, masuk dan bekerja lagi di dalam.
Beberapa kali saya melakukan bimbingan skripsi di ruang itu. Kami berbicara di sofa, buka di meja kerja. Setelah beberapa waktu lamanya berkenalan, Romo adalah seorang yang enak diajak bicara. Bicaranya ceplas-ceplos, apa adanya, tegas, tetapi bersahabat. Namun, tetap saja kedalaman ilmunya tidak akan kita pahami hanya dengan beberapa kali bertemu. Kedalaman ilmunya semakin jelas ketika ia membaca dan memberi komentar sebuah tulisan. Atau, ketika ia menulis dengan topik yang menarik dan bahasa yang lugas. Ciri-ciri seorang introvers di dunianya.
Keterpencilannya itu memberikan kesan kepada saya akan bidang ilmunya: liturgi. Bahwasanya, ia mengidentifikasi dirinya dengan ilmu tersebut sebagai ilmu teologi yang terpencil. Sebagaimana banyak orang tidak terlalu (mau) mengenal ilmu liturgi, demikian pula Romo “N” yang tidak dikenal di antara para teolog yang tidak menekuni liturgi sebagai bidang utama. Saya kira, para teolog liturgi itu hanya dikenal dalam lingkungannya sendiri. ©

Tidak ada komentar: