Kamis, Februari 07, 2008

“E” VERSI SATU

Oleh : Rasid Rachman

Pemuda "E" (21) yang biasa-biasa ini memberikan kesan istimewa bagi saya, dan membekaskan pengalaman mendalam dalam hidup menggembala jemaat. Hal itu dimulai pada akhir Desember 2001 dan awal Januari 2002. Atau tepatnya, pada menjelang akhir hidupnya, “E” memberi kesan sangat mendalam.
Sakitnya sudah beberapa bulan sebelumnya. Dari perawatan di Tangerang, Jakarta, akhirnya dibawa ke Yogyakarta. Awal Desember, saya terdorong sekali untuk menghubunginya via SMS. Jawabnya: “Pak, saya sudah baikan, akan pulang menjelang Natal.” Legalah hati saya.
Natal ia tidak pulang. Malam, 30 Desember, SMS masuk dari beberapa umat. “Pak, segera ke Yogya atau utus jemaat supaya berdoa bagi “E”,” inti SMS beberapa umat itu. Malam itu saya tidak tenang tidur. Sejak pagi saya mulai atur supaya saya bisa pergi ke Yogya besok, 1 Januari, setelah ibadah Tahun Baru. Namun akhirnya, saya dimungkinkan berangkat 1 Januari pukul 04.0; MJ mendapat pengganti saya untuk memimpin ibadah.
Sebelum malam, saya siapkan tas untuk ke Yogya, termasuk kemeja yang biasa saya gunakan untuk ibadah. Semuanya masuk ke mobil. Setibanya di gereja untuk ibadah Tutup Tahun, Yoseph mengatakan bahwa mereka siap berangkat setelah ibadah malam ini. “Lho, bukankah tadi pagi kita sepakat berangkat besok subuh? sanggah saya. Memang, sebetulnya malam ini pun saya sudah siap berangkat. Yoseph, Bowo, Sukardi, dan saya, berangkat pukul 22.00 itu. Saya merasakan: didorong berangkat lebih cepat.
Tiba di Manisrenggo pukul 10.30 pada 1 Januari 2002. Kami berbincang sebentar dengan “E”, nyanyi-nyanyi lagu Natal dengan 10 eksemplar Kidung Jemaat yang sengaja kami bawa, berdoa, lalu pamit untuk pulang ke Tangerang.
Namun kami (harus!) tidak langsung pulang, karena diminta mampir di Wonosari dan Yogyakarta. Beberapa keluarga meminta kami untuk mampir ke rumah mereka. Akibatnya, kami bermalam di Yogya. Saya merasakan: ditahan lebih lama di Yogyakarta untuk tidak segera kembali ke Tangerang.
Ketika kami di Magelang dalam perjalanan pulang, 2 Januari pagi, masuk telepon dari Tangerang. Kami diminta kembali ke Manisrenggo. Tiba, “E” sudah berpulang. Saya merasakan: Tuhan telah memberikan kesempatan pada kami untuk berjumpa “E” di saat terakhirnya kemarin. ©

Tidak ada komentar: